Syech Abdul Qadir Jaelani adalah seorang ulama besar, guru besar ilmu tasawwuf sehingga suatu kewajaran jika sekarang ini banyak
kaum muslimin menyanjungnya dan mencintainya. ia juga dikenal sebagai al-Ghauts al-A'zham. Ia lahir
pada hari Rabu tanggal 1 Ramadan di 470 H, 1077 M selatan Laut Kaspia yang sekarang menjadi Propinsi Mazandaran di Iran.
Biografi Syech Abdul Qadir Jaelani termuat dalam kitab Adz Dzail 'Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab Al Hambali. Tetapi, buku ini belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Ia mendirikan
thariqat al-Qadiriyah. Diantara tulisan beliau antara lain : Tafsir Al Jilani, al Ghunyah Li
Thalibi Thariqil Haq, Futuhul Ghaib, Al-Fath ar-Rabbani, Jala' al-Khawathir, Sirr
al-Asrar, Asror Al Asror, Malfuzhat, Khamsata "Asyara Maktuban, Ar Rasael
Ad Diwaan, Sholawat wal Aurod, Yawaqitul
Hikam, Jalaa al khotir, Amrul muhkam, Usul as Sabaa, Mukhtasar ulumuddin
Tahun
wafat beliau tercatat tahun 561 H bertepatan dengan 1166 M. Ia adalah
seorang yang shalih. Bila dirunut ke atas dari nasabnya, beliau masih
keturunan dari Ali bin Abi Thalib. Nama lengkap beliau adalah Syech Abdul
Qodir bin Abu Shalih bin Abu Abdillah bin Yahya az-Zahid bin Muhammad bin Dawud
bin Musa bin Abdullah Tsani bin Musa al-Jaun bin Abdul Mahdhi bin Hasan al-Mutsanna bin Hasan as-Sibthi bin Ali bin Abi Thalib, (Suami
Fatimah binti Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam).
MASA MUDANYA
Dalam
usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095
M. Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu
dipimpin Ahmad al Ghazali, yang menggantikan saudaranya Abu Hamid al
Ghazali. Di Baghdad beliau belajar kepada beberapa orang ulama seperti
Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein al Farra 'dan juga Abu Sa'ad al
Muharrimi. Belaiu menimba ilmu pada ulama-ulama tersebut hingga mampu
menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para
ulama. Dengan kemampuan itu, Abu Sa'ad al Mukharrimi yang membangun
sekolah kecil-kecilan di daerah Babul Azaj menyerahkan pengelolaan sekolah itu
sepenuhnya kepada Syech Abdul Qadir Jaelani. Ia mengelola sekolah ini
dengan sungguh-sungguh, bermukim di sana sambil memberikan nasehat kepada
orang-orang di sekitar sekolah tersebut. Banyak orang yang bertobat
setelah mendengar nasehat beliau. Banyak pula orang yang bersimpati kepada
beliau, lalu datang menimba ilmu di sekolah beliau hingga sekolah itu tidak
mampu menampung lagi.
TENTANG
KAROMAHNYA
Jumlah
karomah yang dimiliki oleh asy-Syech Abdul Qodir Jaelani banyak sekali:
Syech
Abil Abbas Ahmad bin Muhammadd bin Ahmad al-Urasyi al-Jily:
Pada
suatu hari, aku telah menghadiri majelis asy-Syech Abdul Qodir Jaelani beserta murid-muridnya
yang lain. Tiba-tiba, muncul seekor ular besar di pangkuan asy-Syech. Maka
orang banyak yang hadir di majelis itu pun berlari tunggang langgang,
ketakutan. Tetapi asy-Syech Jaelani hanya duduk dengan tenang
saja. Kemudian ular itu pun masuk ke dalam baju asy-Syech dan telah
merayap di badannya. Setelah itu, ular itu telah naik pula ke
lehernya. Namun, asy-Syech masih tetap tenang dan tidak berubah keadaan duduknya.
Setelah beberapa waktu berlalu, turunlah ular itu dari badan asy-Syech dan ia
telah seperti bicara dengan asy-Syech Abdul Qodir Jaelani. Setelah itu,
ular itu pun ghaib. Kami pun bertanya kepada asy-Syech Abdul Qodir Jaelani
tentang apa yang telah dipertuturkan oleh ular itu. Menurut beliau ular
itu telah berkata bahwa dia telah menguji wali-wali Allah yang lain, tetapi dia
tidak pernah bertemu dengan seorang pun yang setenang dan sehebat asy-Syech
Abdul Qodir Jaelani.
Pada
suatu hari, ketika asy-Syech sedang mengajar murid-muridnya di dalam sebuah majelis,
seekor burung telah terbang di udara di atas majelis itu sambil mengeluarkan
satu bunyi yang telah mengganggu majelis itu. Maka asy-Syech Abdul Qodir Jaelani
pun berkata, "Wahai angin, ambil kepala burung itu." Seketika
itu juga, burung itu telah jatuh ke atas majelis itu, dalam keadaan kepalanya
telah terputus dari badannya.
Setelah
melihat kondisi burung itu, asy-Syech Abdul Qodir Jaelani pun turun dari kursi
tingginya dan mengambil badan burung itu, lalu tersambung kepala burung itu ke
badannya. Kemudian asy-Syech Abdul Qodir Jaelani telah berkata,
Bismillaahirrahmaanirrahim." Dengan segera burung itu telah hidup
kembali dan terus terbang dari tangan asy-Syech.
Maka
takjublah para hadirin di majelis itu karena melihat kebesaran Allah yang telah
ditunjukkanNya melalui tangan asy-Syech.
Telah
diceritakan di dalam sebuah riwayat:
Pada
suatu hari, di dalam tahun 537 Hijrah, seorang lelaki dari kota Baghdad (Dikatakan oleh setengah perawi bahwa pria
itu bernama Abu Sa'id 'Abdullah bin Ahmad bin Ali bin Muhammad al-Baghdadi)
telah datang bertemu dengan asy-Syech Jaelani, berkata, bahwa dia memiliki
seorang anak dara cantik berumur enam belas tahun bernama Fatimah . Anak
daranya itu telah diculik (diterbangkan) dari atas anjung rumahnya oleh seorang
jin. Maka asy-Syech Abdul Qodir Jaelani pun menyuruh lelaki itu pergi
pada malam hari itu, ke suatu tempat bekas rumah roboh, di satu area lama
di kota Baghdad bernama al-Karkh.
"Carilah
bonggol yang kelima, dan duduklah di situ. Kemudian, gariskan satu bulatan
sekelilingmu di atas tanah. Kala engkau membuat garisan, ucapkanlah
"Bismillah, dan di atas niat asy-Syech Abdul Qodir Jaelani" Apabila
malam telah gelap, engkau akan didatangi oleh beberapa kelompok jin, dengan
berbagai rupa dan bentuk. Janganlah kamu takut. Bila waktu hampir
terbit fajar, akan datang pula raja jin dengan segala angkatannya yang
besar. Dia akan bertanya hajatmu. Katakan kepadanya, yang aku telah
menyuruh engkau datang bertemu dengannya. Kemudian ceritakanlah kepadanya
tentang kejadian yang telah menimpa anak perempuanmu itu." Pria itu pun pergi ke tempat itu dan
melaksanakan perintah asy-Syech Abdul Qodir Jaelani itu. Beberapa waktu
kemudian, datanglah jin-jin yang coba menakut-nakuti lelaki itu, tetapi jin-jin
itu tidak berkuasa untuk melintasi garis bulatan itu. Jin-jin itu telah
datang terus menerus, yakni satu kelompok setelah kelompok. Dan akhirnya,
Datanglah raja jin yang sedang menunggang seekor kuda dan telah disertai oleh
satu angkatan yang besar dan hebat rupanya.
Raja
jin itu telah memberhentikan kudanya di luar garis lingkaran itu dan telah
bertanya kepada lelaki itu, "Wahai manusia, apakah hajatmu?" Pria itu telah menjawab, "Aku telah
disuruh oleh asy-Syech Abdul Qodir Jaelani untuk bertemu denganmu."
Begitu
mendengar nama asy-Syech Abdul Qodir Jaelani diucapkan oleh lelaki itu, raja
jin itu telah turun dari kudanya dan terus mengecup bumi. Kemudian raja
jin itu telah duduk di atas bumi, disertai dengan seluruh anggota
rombongannya. Sesudah itu, raja jin itu telah bertanyakan masalah lelaki
itu. Pria itu pun menceritakan kisah anak daranya yang telah diculik oleh
seorang jin. Setelah mendengar cerita lelaki itu, raja jin itu pun
memerintahkan agar dicari si jin yang bersalah itu. Beberapa waktu
kemudian, telah dibawa ke hadapan raja jin itu, seorang jin lelaki dari negara
Cina bersama-sama dengan anak dara manusia yang telah diculiknya. Raja jin itu
telah bertanya, "Mengapa engkau sambar anak dara manusia
ini? Tidakkah kamu tahu yang dia ini berada di bawah naungan al-Quthb?
"
Jin
lelaki dari negara Cina itu telah mengatakan yang dia telah jatuh berahi dengan
anak dara manusia itu. Raja jin itu pula telah memerintahkan agar
dipulangkan perawan itu kepada bapanya, dan jin dari negara Cina itu pula telah
dikenakan hukuman pancung kepala. Pria itu pun mengatakan rasa takjubnya
dengan segala perbuatan raja jin itu, yang sangat patuh kepada asy-Syech Abdul
Qodir Jaelani.
Raja
jin itu berkata pula, "Tentu saja, karena asy-Syech Abdul Qodir Jaelani
bisa melihat dari rumahnya semua kelakuan jin-jin yang jahat.
Dan
mereka semua sedang berada di sejauh-jauh tempat di atas bumi, karena telah
lari dari sebab kehebatannya. Allah Ta'ala telah menjadikan asy-Syech Abdul
Qodir Jaelani bukan saja al-Qutb bagi umat manusia, bahkan juga ke atas seluruh
bangsa jin."
Telah
bercerita asy-Syech Abi 'Umar' Uthman dan asy-Syech Abu Muhammad 'Abdul Haqq
al-Huraimy: Pada 3 hari bulan Safar, kami berada di sisi asy-Syech Abdul Qodir Jaelani
Pada waktu itu, asy-Syech sedang mengambil wudu dan memakai sepasang terompah. Setelah
selesai menunaikan shalat dua rakaat, dia telah bertempik dengan tiba-tiba, dan
telah melemparkan salah satu dari terompah-terompah itu dengan sekuat tenaga
sampai tak nampak lagi oleh mata. Setelah itu, dia telah bertempik sekali
lagi, lalu melemparkan terompah yang satu lagi. Kami yang berada di situ, telah
melihat dengan ketakjubannya, tetapi
tidak ada seorang pun yang telah berani menanyakan maksud semua itu. Dua puluh
tiga hari kemudian, sebuah kafilah telah datang untuk menziarahi asy-Syech
'Abdul Qadir Jaelani. Mereka (yakni para anggota kafilah itu) telah
membawa hadiah-hadiah untuknya, termasuk baju, emas dan perak. Dan yang
anehnya, termasuk juga sepasang terompah. Bila kami amat-amati, kami lihat
terompah-terompah itu adalah terompah-terompah yang pernah dipakai oleh asy-Syech
Abdul Qodir Jaelani pada satu masa dahulu. Kami pun bertanya kepada
anggota-anggota kafilah
itu,
dari manakah datangnya sepasang terompah itu. Inilah cerita mereka: Pada 3 hari
bulan Safar yang lalu, ketika kami sedang dalam satu perjalanan, kami telah diserang
oleh satu kelompok perampok. Mereka telah merampas semua barang-barang
kami dan telah membawa barang-barang yang mereka rampas itu ke satu lembah
untuk dibagi-bagikan di antara mereka. Kami pun berbincang sesama sendiri dan
telah mencapai satu keputusan. Kami lalu menyeru asy-Syech Abdul Qodir Jaelani
agar menolong kami. Kami juga telah bernazar apabila kami sudah selamat,
kami akan memberinya beberapa hadiah. Tiba-tiba, kami terdengar satu
jeritan yang amat
kuat,
sehingga menggegarkan lembah itu dan kami lihat di udara ada satu benda yang
sedang melayang dengan sangat cepat sekali. Beberapa waktu kemudian,
terdengar satu lagi bunyi yang sama dan kami lihat satu lagi benda seumpama
tadi yang sedang melayang ke arah yang sama. Setelah itu, kami telah
melihat perompak-perompak
itu
berlari lintang-pukang dari tempat mereka sedang membagi-bagikan harta rampasan
itu dan telah meminta kami mengambil balik harta kami, karena mereka telah
ditimpa satu kecelakaan. Kami pun pergi ke tempat itu. Kami lihat kedua
orang pemimpin perompak itu telah mati. Di sisi mereka pula, ada sepasang
terompah. Inilah terompah-terompah itu.
Telah bercerita
asy-Syech Abduh Hamad ibn Hammam:
Awalnya
aku memang tidak menyukai asy-Syech Abdul Qodir Jaelani. Walaupun aku
merupakan seorang saudagar yang paling kaya di kota Baghdad waktu
itu, aku tidak pernah merasa tenteram atau berpuas hati. Pada suatu hari, aku
telah pergi menunaikan sholat Jum'at. Ketika itu, aku tidak percaya pada
cerita-cerita karomah yang dikaitkan pada asy-Syech Abdul Qodir Jaelani. Sesampainya
aku
di
masjid itu, aku dapati beliau telah ramai dengan jamaah. Aku mencari tempat
yang tidak terlalu banyak, dan kudapati betul-betul di hadapan mimbar.
Di
kala itu, asy-Syech Abdul Qodir Jaelani baru saja mulai untuk khutbah Jum’at. Ada beberapa
hal yang disentuh oleh asy-Syech Abdul Qodir Jaelani yang telah menyinggung perasaanku.
Tiba-tiba, aku terasa ingin buang air besar. Untuk keluar dari masjid itu
memang sulit dan agak mustahil. Dan aku dihantui perasaan gelisah dan
malu,
takut-takut aku buang air besar disana di depan orang banyak. Dan
kemarahanku terhadap asy-Syech Abdul Qodir Jaelani pun bertambah dan memuncak.
Pada
saat itu, asy-Syech Abdul Qodir Jaelani telah turun dari atas mimbar itu dan
telah berdiri di hadapanku. Sambil beliau terus memberikan khutbah, beliau
telah menutup tubuhku dengan jubahnya. Tiba-tiba aku sedang berada di satu
tempat yang lain, yakni di satu lembah hijau yang sangat indah. Aku lihat
sebuah anak sungai sedang mengalir perlahan di situ dan kondisi sekelilingnya
sunyi sepi, tanpa kehadiran seorang manusia. Aku pergi membuang air besar. Setelah
selesai, aku mengambil wudlu. Bila aku sedang berniat untuk pergi shalat,
dan tiba-tiba diriku telah berada ditempat semula di bawah jubah asy-Syech
Abdul Qodir Jaelani. Dia telah mengangkat jubahnya dan naik kembali tangga
mimbar itu.
Aku
sungguh-sungguh merasa terkejut. Bukan karena perutku sudah merasa lega,
tetapi juga keadaan hatiku. Segala perasaan marah, ketidak-puasan hati, dan
perasaan-perasaan jahat yang lain, semuanya telah hilang.
Setelah
shalat Jum'at berakhir, aku pun pulang ke rumah. Di dalam perjalanan, aku
menyadari bahwa kunci rumahku telah hilang. Dan aku kembali ke masjid
untuk mencarinya. Begitu lama aku mencari, tetapi tidak aku temukan,
terpaksa aku menyuruh tukang kunci untuk membuat kunci yang baru. Pada keesokan
harinya, aku telah meninggalkan Baghdad dengan rombonganku karena
urusan bisnis. Tiga hari kemudian, kami telah melewati satu lembah yang
sangat indah. Seolah-olah ada satu kuasa ajaib yang telah menarikku untuk pergi
ke sebuah anak sungai. Barulah aku teringat bahwa aku pernah pergi
ke sana untuk buang air besar, beberapa hari sebelum itu. Aku
mandi di anak sungai itu.Ketika aku sedang mengambil jubahku, aku telah temukan
kembali kunciku, yang rupa-rupanya telah tertinggal dan telah tersangkut pada
sebatang dahan di situ.
Setelah
aku sampai di Baghdad, Aku menemukan asy-Syech Abdul Qodir Jaelani dan
menjadi anak muridnya.
Telah
bercerita asy-Syech 'Adi bin Musafir al-Hakkar:
Aku
pernah berada di antara ribuan hadirin yang telah berkumpul untuk mendengar
pengajian asy-Syech. Ketika asy-Syech Abdul Qodir Jaelani sedang berbicara,
tiba-tiba hujan turun dengan lebat. Beberapa orang pun berlari
meninggalkan tempat itu. Langit kala itu sedang diliputi awan hitam yang
menandakan hujan akan terus turun dengan lebat. Aku melihat asy-Syech
Abdul Qodir Jaelani mendongak ke langit dan
mengangkat
tangannya serta berdoa, "Ya Robbi! Aku telah mengumpulkan manusia
karenamu, apakah kini Engkau akan menghalau mereka daripadaku? "
Setelah
asy-Syech Abdul Qodir Jaelani berdoa, hujan pun berhenti. Tidak setitik
hujan yang jatuh ke atas kami, pada hal di sekeliling kami hujan masih terus
turun dengan deras. Telah diceritakan di dalam sebuah riwayat:
Pada
suatu hari, istri-istri asy-Syech Abdul Qodir Jaelani telah bertemu dengannya
dan telah berkata, "Wahai suami kami yang terhormat, anak lelaki kecil
kita telah meninggal. Namun kami tidak melihat setitik air mata pun yang
mengalir dari mata kekanda dan tidak pula kekanda menunjukkan tanda kesedihan. Tidakkah
kekanda
menyimpan
rasa belas kasihan terhadap anak lelaki kita, yang merupakan sebagian darah
daging kekanda sendiri? Kami semua sedang dirundung kesedihan, namun
kekanda masih juga meneruskan pekerjaan biasa kekanda, seolah-olah tidak
sesuatu pun yang telah terjadi. Kekanda adalah pemimpin dan pelindung kami
di dunia dan di akhirat. Tetapi jika hati kekanda telah menjadi keras
sehingga tidak lagi menyimpan rasa belas kasihan, bagaimana kami dapat
bergantung pada kekanda di Hari Pembalasan kelak? "
Maka
berkatalah asy-Syech Abdul Qodir Jaelani "Wahai isteri-isteriku yang
tercinta! Janganlah kamu semua menyangka hatiku ini keras. Aku
menyimpan rasa belas kasihan di hatiku terhadap seluruh makhluk, sampai
terhadap orang-orang kafir dan juga terhadap anjing-anjing yang
menggigitku. Aku berdoa kepada Allah agar anjing-anjing itu
berhenti
menggigit, bukanlah karena aku takut digigit, tetapi aku takut nanti manusia
lain akan melontar anjing-anjing itu dengan batu. Tidakkah kamu mengetahui
bahwa aku mewarisi sifat belas kasihan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
sallam, yang telah diutus Allah sebagai rahmat untuk semesta alam? "
Maka
wanita-wanita itu telah berkata pula, "Kalau benar kekanda mempunyai rasa
belas kasihan terhadap seluruh makhluk Allah, sampai ke anjing-anjing yang
menggigit kekanda, kenapa kakanda tidak menunjukkan rasa sedih atas kehilangan
anak lelaki kita yang telah meninggal ini?"
Asy-Syech
Abdul Qodir Jaelani pun menjawab, "Wahai istri-istriku yang sedang
bersedih hati, kamu semua menangis karena kamu semua merasa telah berpisah dari
anak lelaki kita yang kamu semua sayangi. Tetapi aku selalu bersama dengan
orang-orang yang aku sayangi. Kamu semua telah melihat anak lelaki kita
di dalam satu ilusi yang disebut dunia. Kini, dia telah meninggalkannya
lalu berpindah ke satu tempat yang lain. Allah telah berfirman dalam Surat al-Hadiid,
ayat 20: "Dan Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah
permaianan dan senda gurau, perhiasan dan bermegah-megah diantara kamu serta
berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak. ….. Dan kehidupan dunia ini
tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. Memang dunia ini adalah satu
ilusi, untuk mereka yang sedang terlena. Tetapi aku tidak terlena, aku
melihat dan waspada. Aku telah melihat anak lelaki kita sedang berada di
dalam lingkaran waktu, dan kini dia
telah keluar darinya. Namun aku masih dapat melihatnya. Dia kini
berada di sisiku. Dia sedang bermain-main di sekelilingku, sebagaimana
yang pernah dia lakukan di waktu sebelumnya. Sesungguhnya, jika seseorang
itu dapat melihat Kebenaran melalui mata hatinya, sama dengan yang dilihatnya
masih hidup atau sudah mati, maka Kebenaran itu tetap tidak akan hilang. "
Telah
diceritakan di dalam sebuah riwayat: Pada suatu hari, asy-Syech Abdul Qodir Jaelani
berjalan-jalan dengan beberapa muridnya di padang pasir. Waktu
itu hari sangat panas, dan mereka sedang berpuasa. Oleh itu mereka merasa
letih dan dahaga.
Tiba-tiba,
sekelompok awan muncul, yang melindungi mereka dari panas terik matahari.
Setelah itu, sebatang pohon kurma dan sebuah kolam air muncul di hadapan
mereka. Mereka telah terpesona. Kemudian satu cahaya besar yang
berkilauan, telah muncul dari celah awan di hadapan mereka dan terdengar satu
suara dari dalamnya yang berkata, "Wahai 'Abdul Qadir, akulah
Tuhanmu. Makan dan minumlah, karena pada hari ini, telah aku halalkan
untuk engkau apa yang telah aku haramkan untuk orang-orang lain. "Asy-Syech
Abdul Qodir Jaelani pun melihat ke arah cahaya itu dan berkata," Aku
berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk."
Tiba-tiba,
cahaya, pohon kurma dan kolam itu semuanya hilang dari pandangan
mata. Maka kelihatanlah Iblis di hadapan mereka dengan bentuk rupanya yang
asli.
Iblis
bertanya, "Bagaimana engkau dapat mengetahui itu sebenarnya adalah
aku?"
Asy-Syech Abdul Qodir Jaelani
menjawab, "Syariat itu sudah sempurna, dan tidak akan berubah sampai hari
kiamat. Allah tidak akan mengubah yang haram kepada yang halal, walaupun
untuk orang-orang yang menjadi pilihannya (walinya)."
Maka Iblis pun berkata lagi untuk
mengu/ji asy-Syech Abdul Qodir Jaelani , "Aku telah mampu menipu 70 kaum
dari golongan as-Shalihin (yakni orang-orang yang menempuh jalan kerohanian)
dengan cara ini. Ilmu yang engkau miliki lebih luas dari ilmu
mereka. Apakah hanya ini jumlah pengikutmu? Sudah sepatutnya semua
penduduk bumi ini menjadi pengikutmu, karena ilmumu menyamai ilmu para
nabi."
Asy-Syech Abdul Qodir Jaelani menjawab, "Aku berlindung kepada Allao Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui, dari kamu. Bukanlah karena ilmuku aku selamat, tetapi karena rahmat dari Allah, Tuhan sekalian alam."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar